Kolom Inspirasi

Berbicara teladan pebisnis Muslim sukses, kisah Abdurrahman bin Auf sebagai pedagang paling berhasil pada masanya penting kita simak. Menjadi miliarder tidak membuatnya lupa diri, Abdurrahman tetap sebagai sahabat Nabi yang rajin beribadah dan gemar bersedekah. Kian banyak yang ia donasikan di jalan Allah, justru membuat hartanya semakin melimpah. Yuk, simak kisahnya. 

Disebutkan, Abdurrahman bin Auf, sebagaimana profesi sahabat Nabi di Makkah pada umumnya, merupakan sosok yang sangat konsen di usaha sektor bisnis perdagangan. Saat itu, salah satu tempat yang ramai menjadi tempat usaha ini adalah Pasar Bani Qainuqa’, salah satu pasar milik orang Yahudi. (Jawwad Ali, Al-Mufashshal fi Tarikhil ‘Arab Qablal Islam, tanpa tahun: juz XIII, halaman 309) 

Abdurrahman bin Auf merupakan orang kaya raya. Dirinya justru ingin menjadi orang miskin selalu gagal. Sebagai sahabat nabi, dia sangat gemar sedekah. Kebiasaannya itu dilakukan karena dirinya khawatir akan memasuki surga paling terakhir.

Oleh karenanya dirinya terus bersedekah agar seluruh harta yang dimilikinya bisa mengubah kekhawatirannya.

"Suatu ketika Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam berkata, Abdurrahman bin Auf akan masuk surga terakhir karena terlalu kaya, sehingga dihisabnya paling lama. Mendengar hal tersebut Abdurrahman bin Auf pun berpikir keras, bagaimana caranya agar ia kembali menjadi miskin supaya dapat memasuki surga lebih awal," tuturnya.

Karena rasa khawatir itu, Abdurrahman bin Auf pernah menyerahkan separuh hartanya pada zaman nabi. Tidak sampai di situ, dia pun lanjut bersedekah sebanyak 40.000 dinar. Perlu diketahui, kekayaan yang dimiliki dia kebanyakan berasal dari hasil perdagangan.

Di tengah rasa khawatirnya, Abdurrahman bin Auf pun malah ditawarkan harta oleh salah satu kaum Anshar bernama Sa'ad. Dia terkenal dengan kekayaannya di Madinah namun Abdurrahman bin Auf menolaknya.

Selain menolak, Abdurrahman bin Auf justru bertanya mengenai lokasi pasar yang berada di Madinah. Setelah mengetahui itu, dirinya membeli tanah dan menjadikan sebagai kavling pasar. Tujuannya untuk memfasilitasi orang-orang yang ingin berdagang namun tidak ada modal besar untuk menyewa tempat.

Setelah berhasil membeli tanah dan membuat kavling, Abdurrahman bin Auf pun memberikan kesempatan kepada banyak orang di sana untuk berjual tanpa membayar sewa. Dia justru menerapkan sistem bagi hasil yang lebih adil, sehingga tidak memberatkan dan mencekik para pedagang yang masih merintis.

Berdasarkan situs resmi Dompet Dhuafa, Abdurrahman bin Auf pernah memberikan 200 uqiyah emas (1 uqiyah setara dengan kurang lebih 31 gram) untuk memenuhi kebutuhan logistik selama perang Tabuk. Saat ada seruan untuk berinfaq dari Rasulullah SAW, ia tak pernah berpikir panjang dan ragu-ragu.

Begitupun saat perang Badar yang jumlahnya mencapai 100 orang, dia memberikan santunan 400 dinar kepada masing-masing veteran. Abdurrahman bin Auf juga menyumbangkan 40.000 dinar, 500 ekor kuda, dan 1.500 unta untuk para pejuang.

Menurutnya, kurma busuk adalah salah satu obat yang bisa menyembuhkan dari penyakit menular itu. Akhirnya utusan raja Yaman tersebut memborong semua kurma milik Abdurrahman bin Auf dengan harga 10 kali lipat dari harga kurma biasa.

Berkat kedermawanannya itu, tidak membuat Abdurrahman bin 'Auf langsung jatuh miskin, justru kehidupannya terus meningkat. Keberhasilannya dalam bisnis membuatnya dijuluki sebagai tangan emas, karena apapun yang dikerjakan selalu sukses dan membuahkan hasil yang besar.

Di saat Abdurrahman bin Auf merelakan semua hartanya agar jatuh miskin, saat itu pula Allah memberikan limpahan harta berkali-kali lipat untuknya. Hingga pada waktunya, dia meninggal di usia 72 tahun dan masuk dalam deretan 10 sahabat nabi yang dijamin masuk surga.

Baginya, warisan terbaik yang ditinggalkan pada keluarganya saat meninggal bukanlah harta atau kekayaan, melainkan ajaran Islam dan teladan dari Rasulullah SAW. Semoga kita bisa meneladani sifat dari seorang Abdurrahman bin Auf.

Share:

Tags: