Hukum menjalankan puasa di bulan Ramadhan adalah wajib bagi umat muslim. Meski demikian, ada beberapa orang yang diperbolehkan tidak puasa.
Mereka wajib mengganti puasa tersebut baik qadha atau dengan membayar fidyah. Hal tersebut merupakan keringan yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya yang tidak bisa menjalankan ibadah puasa.
Dalam hukum Islam puasa Ramadhan adalah wajib, artinya jika dikerjakan mendapat pahala, apabila ditinggalkan akan mendatangkan dosa.
Kewajiban puasa Ramadhan sendiri disebutkan dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 183.
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Meski hukum asalnya wajib, namun Allah subhanahu wa ta'ala memberikan keringanan untuk orang yang tidak bisa berpuasa dalam kondisi tertentu. Meski demikian orang-orang tersebut wajib menggantinya sesuai dengan ketentuan syariat yang telah ditentukan.
Siapa sajakah orang-orang tersebut? ada 4 orang yang termasuk kategori boleh tidak berpuasa Ramadhan.
1. Orang yang sakit
Golongan orang yang boleh tidak berpuasa dan wajib mengqadhanya adalah orang yang sakit dan safar atau dalam perjalanan.
Orang yang sedang dalam kondisi sakit mendapat keringanan untuk tidak berpuasa. Orang sakit yang jika berpuasa akan memperparah sakitnya atau atas rekomendasi dokter ia perlu berbuka maka boleh tidak berpuasa, namun wajib menggantinya atau qadha sejumlah puasa yang ditinggalkannya.
Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT:
“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185)
2. Musafir
Musafir adalah orang yang sedang melakukan perjalan jauh. Seorang musafir boleh tidak berpuasa.
Seperti yang sudah disebutkan dalam firman Allah SWT berikut ini: “Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada harihari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185).
Dari Abu Sa’id Al Khudri dan Jabir bin ‘Abdillah mengatakan bahwa musafir memiliki pilihan untuk berpuasa maupun tidak.
Musafir bisa puasa dan tidak bisa dilihat dalam tiga kondisi:
- Jika berat untuk berpuasa atau sulit melakukan hal-hal yang baik ketika itu, maka lebih utama untuk tidak berpuasa.
- Jika tidak memberatkan untuk berpuasa dan tidak menyulitkan untuk melakukan berbagai hal kebaikan, maka pada saat ini lebih utama untuk berpuasa.
Alasannya karena lebih cepat terlepasnya beban kewajiban dan lebih mudah berpuasa dengan orang banyak daripada sendirian.
- Jika tetap berpuasa malah membinasakan diri sendiri, maka wajib tidak puasa.
3. Orang yang sudah tua renta (sepuh)
Orang yang sudah tua diperbolehkan untuk tidak berpuasa.
Selain berlaku bagi orang tua (sepuh), juga berlaku untuk orang yang sakit yang tidak bisa sembuh sakit lagi dari sakitnya.bMereka bisa mengganti puasanya dengan fidyah.
Seperti dalam firman Allah SWT berikut ini:
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (QS. Al Baqarah: 184).
4. Wanita hamil dan menyusui
Seorang ibu hamil yang khawatir akan kondisi dan keselamatan dirinya serta janin atau bayinya, maka ia boleh tidak berpuasa dan menggantinya dengan fidyah atau qadha.
Selain hamil, ibu menyusui juga masuk ke dalam golongan orang yang boleh tidak puasa Ramadhan. Melansir dari Buya Yahya, ketentuan tersebut berlaku apabila sang ibu khawatir dengan keselamatan dirinya serta kondisi bayi yang masih di bawah umur 2 tahun Hijriyah. Ibu yang khawatir anaknya kekurangan Air Susu Ibu (ASI) boleh tidak berpuasa dan menggantinya dengan qadha atau fidyah.
5. Anak kecil
Anak-anak yang belum baligh atau dewasa masuk ke dalam golongan yang boleh tidak puasa Ramadhan. Tanda baligh ada tiga, yaitu:
- Keluar mani (bagi anak laki-laki) pada usia 9 tahun Hijriah.
- Keluar darah haid pada usia 9 tahun Hijriah (bagi anak perempuan)
- Jika tidak keluar mani dan tidak haid maka ditunggu hingga umur 15 tahun. Jika sudah genap 15 tahun maka ia disebut telah baligh dengan usia, yaitu genap usia 15 tahun Hijriyah.
6. Hilang akal sehat
Orang yang hilang akal sehat tidak wajib berpuasa. Jika tetap melaksanakannya, maka puasanya tidak sah. Dalam hal ini, ulama membagi orang yang hilang akal sehat menjadi dua macam, yaitu:
- Hilang akal sehat dengan disengaja
Jika tetap melaksanakannya, maka puasanya tidak sah dan wajib mengqadha. Sebab sebenarnya ia wajib berpuasa, kemudian ia telah dengan sengaja membuat dirinya gila. Kesengajaan inilah yang membuatnya wajib mengqadha puasanya setelah sehat akalnya.
- Hilang akal sehat yang tidak disengaja
Orang gila yang tidak disengaja tidak wajib berpuasa. Seandainya berpuasa maka puasanya tidak sah dan jika sudah sembuh dia tidak berkewajiban mengqadha, karena gilanya bukan disengaja.
7. Perempuan yang sedang haid dan Nifas
Orang yang termasuk ke dalam kategori wajib tidak puasa dan wajib mengqadha adalah wanita yang sedang haid dan nifas.
Jika seorang muslimah kedatangan haid atau melahirkan sehingga mengalami nifas saat berpuasa, maka ia wajib membatalkan puasanya. Sebagai gantinya mereka wajib mengqadhanya di luar Ramadhan. Jika hutang puasa belum lunas hingga Ramadhan di tahun depan, maka ia wajib fidyah sekaligus qadha.
Hal ini disampaikan oleh Aisyah ketika ditanya tentang hal tersebut, ia menjawab:
"Kami diperintahkan untuk mengqadha (mengganti) puasa dan tidak diperintahkan untuk meng-qadha (mengganti) shalat." (HR. Bukhari dan Muslim).
Semoga bermanfaat, dan jika pun Sahabat Peduli tengah berhalangan puasa, Sahabat tetap bisa mengumpulkan pahala dengan kebaikan dan amalan jariyah, seperti infak, sedekah, dan wakaf di Karawang Peduli.